tirto.id - Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe meminta majelis hakim untuk membuka blokir rekening milik keluarganya, Kamis (21/9/2023).
Saat pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/9/2023), Enembe menilai pemblokiran rekening milik keluarga tak ada kaitannya dengan kasus yang menjerat dirinya.
"Saya mengajukan permohonan khusus kepada majelis hakim, karena KPK telah memblokir rekening istri dan anak saya yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan perkara saya," ujar Enembe di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Enembe meminta rekening anaknya dibuka kembali dengan dalih untuk biaya melanjutkan pendidikan.
"Saya mohon agar rekening anak saya dibuka blokirnya supaya anak saya bisa melanjutkan pendidikan," jelasnya.
Terdakwa kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi itu juga mengungkapkan bahwa istrinya tidak memiliki penghasilan dan hidup dari nafkah yang ia berikan selama ini. Pemblokiran rekening milik istrinya, menurut Enembe menghambat kehidupannya.
"Mohon buka blokir milik istri saya supaya dia bisa melanjutkan kehidupan dengan normal sebagai orang yang memiliki tanggungan dari gaji saya karena saat ini istri saya tidak bekerja," tuturnya.
Enembe juga meminta aset-asetnya yang disita KPK segera dikembalikan, termasuk emas yang dimilikinya.
"Aset-aset saya, termasuk emas yang telah disita mohon dikembalikan. Saya mohon agar saya jangan dizalimi lagi dengan kasus baru seperti tindak pidana pencucian uang atau kepemilikan jet pribadi yang tidak pernah ada dan saya mohon nama baik dan kehormatan saya direhabilitasi," ujarnya.
Enembe berharap hakim mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan saat akan mengambil putusan atas kesalahan yang dituduhkannya.
"Saya mohon agar majelis hakim dengan hati dan pikiran yang jernih memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum bukan berdasarkan hasil BAP yang dipindahkan ke dalam surat tuntutan," tuturnya.
Lukas membantah telah menerima suap dan gratifikasi. Dia mengklaim sebagai Gubernur Papua yang bersih selama mengemban jabatan tersebut.
"Karena memang saya tidak melakukan seperti dituduhkan yang digembor-gemborkan selama ini. Saya Gubernur Papua yang clean and clear," ujarnya.
Di akhir pembacaan pleidoinya, Enembe juga meminta hakim untuk membebaskannya dari segala dakwaan dan merehabilitasi namanya.
"Oleh karena itu dapat menyatakan bahwa saya tidak bersalah dan dengan itu dapat membebaskan saya dari segala dakwaan," harap Enembe.
Sebelumnya, Lukas Enembe dituntut 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan. Dia dijatuhi tuntutan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp47.833.485.350,00.
Menurut jaksa, Lukas melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Di samping itu, Lukas dituntut pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani hukuman pidana.
“Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga,” kata JPU KPK Wawan Yunarwanto.
Sementara itu, hal-hal yang memberatkan Lukas adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, ia berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dan bersikap tidak sopan selama persidangan.
Dalam perkara ini, JPU mendakwa Lukas Enembe dengan dua dakwaan.
Pertama, Lukas didakwa menerima suap Rp45.843.485.350 dengan rincian sebanyak Rp10.413.929.500 dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur, dan sebanyak Rp35.429.555.850 berasal dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu.
Kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013.
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Bayu Septianto